Kamis, 26 November 2009

Khutbah Wukuf Arafah : Semoga menjadi Haji Mabrur





Jakarta - "Labbaik Allahumma Labbaik...Labbaika La Syarika Laka Labbaik," itulah kalimat talbiyah yang selalu dikumandangkan para jamaah haji seantero dunia yang sedang mengelar wukuf di Padang Arafah. Bacaan itu juga yang dikumandangkan hampir 3 juta umat Muslim yang melakukan ibadah haji pada tahun 2009 ini.

Bila kita mendengarkan bacaan itu, khususnya yang sekarang berada di tanah suci untuk memenuhi panggilan Allah menunaikan ibadah haji ke Baitullah (Rumah Allah), maka hati akan bergetar sembari meneteskan air mata. Sebab, ibadah haji adalah takdir dan ketetapan Tuhan yang tidak bisa dielakkan. Pertanyaannya? Mabrurkah ibadah haji kita? Ini yang selalu menggelayuti semua jamaah haji yang sedang wukuf dan menunaikan ibadah wajib haji selama seminggu ini.

Inilah pesan yang disampaikan Naib Amirul Hajj 1430 Hijriah, Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, KH Ali Mustafa Yaqub dalam khutbah wukufnya di Padang Arafah, tepatnya di tenda perkemahan jamaah haji Indonesia dalam pelaksanaan Wukuf di Padang Arafah, Arab Saudi, Kamis (26/11/2009).

"Hari ini kita ditakdirkan oleh Allah untuk melakukan wuquf di Arafah sebagai puncak rangkaian ibadah haji. Ibadah haji yang merupakan rukun Islam yang kelima adalah totalitas ibadah yang mengintegrasikan antara ibadah badaniah (fisik) dan ibadah maliyah (harta). Karenanya, harapan kita, ibadah haji kita semoga mabrur," kata Ali Mustafa mengawali khutbahnya.

Menurut Ali, ibadah haji yang mabrur adalah ibadah haji yang diterima oleh Allah SWT. Lebih konkrit Imam Al-Nawawi ( Wafat 676 H) mengatakan, ibadah haji yang mabrur adalah ibadah haji yang tidak tercampur sedikit pun oleh dosa. Karenanya, di samping amalan-amalan haji atau yang lazim disebut manasik itu harus dikerjakan dengan sempurna sesuai tuntunan Nabi Muhammad SAW, untuk mencapai haji mabrur harus dipenuhi syarat-syarat dan etika haji.

Pertama, lanjut Ali, uang yang dipakai untuk ongkos naik haji (ONH) harus benar-benar uang yang halal, bukan uang yang haram. Maksudnya uang yang diperoleh dengan usaha atau cara-cara yang halal, sedangkan uang yang haram adalah uang yang dihasilkan dengan usaha atau cara-cara yang haram.

"Hal itu karena sebenarnya, seperti disebutkan dalam disiplin Ilmu Ushul Fiqh, tidak terdapat istilah uang halal atau uang haram, sebab halal atau haram itu tidak berkaitan dengan materi, melainkan berkaitan dengan perbuatan," jelasnya.

Ali menjelaskan, memperoleh uang dengan usaha atau cara yang haram akan mendatangkan dosa, misalnya mencuri, merampok, menipu, korupsi, dan sebagainya. Maka orang yang pergi haji dengan ONH hasil mencuri atau korupsi sama halnya dengan orang bersembahyang dengan pakaian hasil mencuri. Ia berdosa. Orang yang mencuri, misalnya, ia tidak punya hak apa-apa atas harta hasil curiannya itu. Ia justru berkewajiban untuk bertaubat, antara lain dengan menerima hukuman Allah
atas pencurian, dan mengembalikan harta itu kepada pemiliknya. Ia sama sekali tidak berhak menggunakan harta itu untuk keperluan apapun, termasuk untuk pergi haji.

Sementara, apabila seseorang yang pergi haji itu mendapat biaya dari orang lain, misalnya berupa hadiah atau fasilitas, maka disyaratkan, pihak lain yang memberikan biaya itu benar-benar ikhlas dan rela, bukan karena paksaan, tekanan, manipulasi, dan sebagainya, sehingga kemampuan (istito'ah) yang berasal dari orang lain itu juga benar-benar halal, tidak tercampur unsur dosa dan sebagainya. Seperti dikatakan Nabi Muhammad SAW, "Sesungguhnya Allah tidak menerima sedekah dari (hasil) ketidakjujuran dan sholat tanpa bersuci," seperti diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud.

Kedua, motivasi dalam menjalankan ibadah haji itu hanyalah semata-mata karena memenuhi perintah Allah, tidak untuk hal-hal yang lain, misalnya ingin disebut Pak Haji atau Bu Haji dan sebagainya. Untuk menunjang terwujudnya keikhlasan dalam beribadah haji, ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, seseorang yang beribadah haji harus sudah merasa berkewajiban untuk menjalankan ibadah haji. Orang yang belum terkena kewajiban ibadah haji, kemudian ia memaksa-maksa untuk pergi haji, sulit rasanya ia akan mendapatkan haji yang mabrur.

"Orang haji yang seperti ini biasanya ada faktor lain yang mendorongnya pergi haji, ada faktor lain itu bukan faktor Lillah tadi," ujarnya.

Kedua, ia perlu menghayati makna-makna filosofis dan pesan-pesan moral yang terkandung dalam semua amalan atau manasik haji. Ia perlu mempelajari sejarah dan hikmah-hikmah yang terkandung dalam ibadah ihram, tawaf, sa'i, wuquf di Arafah, melontar jumrah di Mina.

Tanpa menghayati amalan-amalan itu, bisa jadi seorang haji akan mendapatkan kehampaan dalam menjalankan ibadah haji, bahkan boleh jadi ia mempertanyakan hal itu semua, sebab sebagai suatu ibadah semua amalan itu tidak dapat dipahami maksudnya oleh akan manusia. Ia hanya dapat dihayati oleh perasaan manusia. Dan apabila seseorang yang sedang berhaji tidak mendapatkan kesempatan untuk mempelajari sejarah dan hikmah-hikmah amalan tersebut sehingga ia dapat
menghayatinya, maka cukuplah baginya melakukan penyerahan total dan loyalitas mutlak bahwa amalan-amalan manasik yang ia lakukan itu hanyalah semata-mata dalam rangka memenuhi perintah Allah, kendati ia tidak memahami maksud amalan-amalan itu.

Ketiga, memelihara etika haji. Pada waktu mengerjakan manasik haji, seorang haji diharuskan untuk beretika haji, antara lain, tidak boleh melakukan rafats (berhubungan seksual, berkata yang jorok, dan sebagainya), fusuq (bermaksiat), jidal (bertengkar), menodai kesucian Tanah Suci Makkah, dan sebagainya. Dalam menjalankan ibadah haji banyak sekali hal-hal yang haram dilakukan, bahkan sebagian larangan itu apabila dilanggar dapat menyebabkan ibadah haji menjadi
batal sama sekali.

"Padahal di luar haji, larangan seperti itu tidak pernah ada. Hal ini tentulah mengandung pesan-pesan tertentu yang tidak selamanya dapat dipahami oleh akal manusia, tetapi dapat dihayati oleh perasaan manusia," tandasnya.

Labbaik Allahumma Labbaik ... Labbaika La Syarika Laka Labbaik ... Innal Hamda, Wannikmata Laka Wal Mulk Laa Syarika Lak ...


sumber : http://www.detiknews.com/read/2009/11/26/174715/1249614/10/labbaik-allahumma-labbaik-semoga-menjadi-haji-mabrur?991102605

Jumat, 13 November 2009

Gambar2 yang bikin ngakak

anjing tidur:


     hamster tidur:



 kucing tidur:







 panda tdur:


biar ga kena HIV:


 dont rape me:


 sumpah bukan gue:


 jamur:


 everything men know about women:


 marah/horny?:


$$$:


kakinya kok aneh..:


 i love beer:


cat&mouse?:


bunuh diri:



sumber : kaskus 

Agar Anak Nyenyak Tidur


Bawa si kecil ke tempat tidur lebih awal.
Selasa, 3/11/2009 | 11:11 WIB
KOMPAS.com - Apa pun konsekuensi yang ditimbulkan dari metode menemani anak tidur untuk mencegahnya menangis di tengah malam, atau sesekali membiarkannya menangis, penting bagi orangtua untuk memastikan ritual tidur anak yang nyaman. Bagaimana caranya?
* Pastikan anak mendapatkan cukup makan sepanjang siang. Ia akan belajar bahwa siang hari adalah waktu untuk makan, dan malam hari adalah waktunya tidur. Dengan cara ini ia tak akan sering terbangun dalam keadaan lapar.
* Tentukan jadwal tidur yang teratur. Rutinitas tidur yang konsisten pada siang hari juga membantu mengatur tidur malam.
* Bawa si kecil ke tempat tidur lebih awal, misalnya pukul 18.30 atau 19.00. Jangan terjebak dengan prinsip membuat anak terus terjaga sehingga membuatnya lebih lelah. Kelelahan yang berlebihan justru membuatnya lebih sulit tertidur. Beberapa ahli mengatakan, bayi yang tidur lebih awal akan tidur lebih lama.
* Buat perubahan dengan perlahan. Jika anak terbiasa tidur lebih larut, jangan langsung memindahkan jam tidurnya, misalnya dari pukul 21.30 ke pukul 19.00. Geser jam tidurnya sedikit lebih awal setiap malam, sampai Anda menemukan waktu terbaik untuk si kecil.
* Temukan rutinitas tidur yang nyaman, dan tetaplah pada jadwal tersebut. Misalnya, mencuci tangan dan kakinya, membacakan buku, menyanyikan lagu pengantar tidur, lalu memadamkan lampu dan tidur.
* Kembangkan isyarat "kunci", yang disebut Elizabeth Pantley (penulis The No-Cry Sleep Solution) sebagai sinyal untuk anak bahwa sudah waktunya tidur. Bisikkan seperti "ssshhhh", atau katakan dengan lembut, "Ayo, tidur ya." Ulangi bisikan tersebut setiap kali Anda mengajak anak tidur, atau kembali tidur ketika ia terjaga tengah malam.
* Ciptakan suasana tidur yang nyaman sesuai keinginan anak. Beberapa anak ingin suasana yang tenang dan gelap. Musik-musik yang lembut, suara alam, atau suara kecipak air dalam akuarium, juga bisa menenangkan. Pastikan sepreinya nyaman dan tidak kotor (hangatkan dengan botol berisi air panas sebelum membaringkan bayi di atasnya), dan pakaian tidurnya tidak terlalu sempit. Bayi yang lebih muda bisa tidur lebih nyenyak ketika terbungkus selimut. Namun jangan mendandani anak dengan pakaian berlapis yang membuatnya kepanasan.
* Jangan merespons kegaduhan yang dibuat anak. Kenali apakah ia benar-benar menangis, atau hanya merengek. Jika Anda tidak yakin, tunggulah beberapa menit di luar pintu sehingga Anda tidak mengganggunya jika ia benar-benar tertidur.

sumber : http://female.kompas.com/read/xml/2009/11/03/11112955/agar.anak.nyenyak.tidur

Kamis, 12 November 2009

Jalan Islam Sangat Jelas

Dalam kitab monumentalnya Fii Zhilalil Qur’an (Di Bawah Naungan Al-Qur’an) Sayyid Quthb rahimahullah memberikan sub-judul ”Jalan Islam Sangat Jelas” ketika menafsirkan surah Yusuf ayat 108. Ayat tersebut berbunyi sebagai berikut:

قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا
وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ

”Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik".

Ayat ini merupakan perintah Allah kepada para du’at ila Allah (para penda’wah yang mengajak manusia ke jalan Allah). Para aktifis da’wah Islam diperintahkan Allah agar memproklamasikan bahwa jalan yang mereka tempuh merupakan jalan yang satu dan lurus, tidak bengkok sedikitpun, tidak mengandung keraguan atau syubhat apapun. Manusia yang mereka ajak kepada Allah dan jalan Allah tidak boleh dan tidak akan menjadi bingung dan kehilangan orientasi karena para penyeru tidak mengajak kecuali kepada jalan yang satu, lurus dan jelas tersebut. Jalan tersebut merupakan jalan kebenaran abadi yang telah dilalui oleh para Nabi dan Rasul utusan Allah dari masa ke masa. Dengan seruan tunggal yakni: ”Sembahlah Allah semata dan jauhilah Thaghut.”

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

”Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu..." (QS An-Nahl ayat 36)

Lalu para aktifis da’wah Islam disuruh pula oleh Allah untuk menegaskan bahwa ”... aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata...” Mereka tidak akan mengajak manusia menuju Allah bermodalkan sekedar asumsi-asumsi atau prasangka-prasangka yang tidak jelas. Mereka hanya akan mengajak manusia menuju Allah dengan hujjah, dalil dan petunjuk yang valid dan bisa dipertanggung-jawabkan di sisi Allah yang menjadi tujuan seruan mereka itu. Sehingga ketika mengomentari bagian ini Sayyid Quthb menggambarkan sikap para aktifis da’wah Islam sebagai berikut: ”Kami berada dalam hidayah dan cahaya Allah. Kami sangat mengenal jalan kami. Kami berjalan di atasnya dengan penuh kesadaran, pengetahuan dan pengenalan. Kami sama sekali tidak akan sesat, kemudian mencari-cari petunjuk jalan dan menerka-nerka. Jalan kami adalah jalan yang meyakinkan, terang dan bercahaya. Mahasuci Allah dari apa-apa yang tidak layak dengan keagunganNya. Kami memisahkan diri, mengasingkan diri, membedakan diri dari orang-orang musyrik yang menyekutukan Allah.  ”Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik".

Para da’i sepatutnya menegaskan bahwa mereka tidak sama dengan orang-orang musyrik. Seruan mereka menuju kepada Allah Yang Maha Sempurna. Sedangkan seruan kaum musyrik menuju kerugian dan kebinasaan. Seruan para da’i mengantarkan masyarakat kepada ajaran Tauhid yang dibawa oleh kafilah panjang para Nabi dan Rasul utusan Allah Yang Maha Tahu lagi Maha Bijaksana. Sedangkan seruan kaum musyrik berlandaskan prasangka dan asumsi bikinan manusia yang penuh sifat zalim lagi jahil (bodoh alias tidak berpengetahuan). Seruan para da’i mengantarkan masyarakat kepada hakikat kemerdekaan dimana setiap individu hanya menghamba kepada Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Mulia. Sedangkan seruan kemusyrikan menyebabkan timbulnya penghambaan manusia terhadap sesama manusia di dalam masyarakat jahiliyyah.

Selanjutnya Sayyid Quthb menulis: ”Para da’i yang menda’wahkan jalan menuju Allah harus memiliki karakteristik ini. Mereka harus memaklumatkan bahwa mereka suatu ummat yang berbeda dengan orang-orang yang tidak meyakini aqidah mereka, dan tidak berjalan di jalur mereka, dan tidak tunduk kepada kepemimpinan mereka.”


Sesungguhnya perkara pertama dan utama yang membedakan para da’i di jalan Allah dengan kaum musyrikin ialah pada urusan aqidah serta ideologi. Sebab dari perkara inilah munculnya sistem dan peradaban yang secara diameteral berbeda dan berseberangan satu sama lain. Aqidah Tauhid menghasilkan masyarakat Islam dengan karakteristik khusus dengan kondisi masyarakat khusus serta kepemimpinan Islamiyyah yang bersumber dari aqidah istimewa tersebut. Sementara kaum musyrikin membentuk masyarakat jahiliyyah dengan karakteristik khusus serta kondisi masyarakat khusus dan kepemimpinan jahiliyyah yang bersumber dari ideologi dangkal bikinan manusia yang lemah. Pantaslah bilamana Allah menggambarkan masyarakat jahiliyyah yang mengandalkan dan menuhankan tuhan-tuhan selain Allah sebagai masyarakat yang rapuh. Sedemikian rapuh laksana rumah laba-laba.

مَثَلُ الَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ أَوْلِيَاءَ كَمَثَلِ الْعَنْكَبُوتِ اتَّخَذَتْ بَيْتًا وَإِنَّ أَوْهَنَ الْبُيُوتِ لَبَيْتُ الْعَنْكَبُوتِ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ مِنْ شَيْءٍ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ وَمَا يَعْقِلُهَا إِلَّا الْعَالِمُونَ

”Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui. Sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang mereka seru selain Allah. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.” (QS Al-Ankabut ayat 41-43)

Para du’at di jalan Allah pada satu sisi tidak cukup hanya menda’wahkan pemeluk ideologi lain agar pindah memeluk Islam, namun pada sisi lain mereka tetap berbaur dan mencair dalam masyarakat jahiliyyah. Da’wah seperti itu tidak bermanfaat dan tidak bernilai. Mereka mestinya membedakan diri dari masyarakat jahiliyyah dan juga membedakan diri dari kepemimpinan jahiliyyah.

Sesungguhnya bercampur-baur dan mencairnya mereka dalam masyarakat jahiliyyah dan tetapnya mereka dalam naungan kepemimpinan jahiliyyah pasti menghilangkan setiap kekuasaan yang dibawa oleh aqidah Islamiyyah mereka, setiap pengaruh yang mungkin diciptakan oleh da’wah mereka dan setiap daya tarik yang dimiliki oleh da’wah mereka.

Selanjutnya Sayyid Quthb menulis: ”Hakikat ini tidak hanya cocok pada sasaran da’wah Nabi ditengah-tengah kaum musyrikin. Sesungguhnya sasarannya tertuju kepada setiap jahiliyyah yang mendominasi kehidupan manusia. Jahiliyyah abad ke duapuluh satu tidak berbeda samasekali   dari jahiliyyah-jahiliyyah lainnya sepanjang sejarah, baik dalam norma-normanya yang mendasar maupun isyarat-isyarat yang dominan.”

Orang-orang yang menyangka akan berhasil memetik suatu hasil dengan cara bercampur baur dengan masyarakat jahiliyyah apalagi mencampur aqidah Tauhid dengan ideologi jahiliyyah berarti tidak menyadari tabiat jalan yang telah ditempuh oleh para Nabi dan Rasul utusan Allah. Sejak awal para Nabi dan Rasul telah menyatakan aqidah Tauhid yang sangat beda dengan kemusyrikan.

وَإِلَى عَادٍ أَخَاهُمْ هُودًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ
مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ إِنْ أَنْتُمْ إِلَّا مُفْتَرُونَ
”Dan kepada kaum `Aad (Kami utus) saudara mereka, Huud. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Kamu hanyalah mengada-adakan saja.” (QS Huud ayat 50)

sumber : http://www.eramuslim.com/suara-langit/undangan-surga/jalan-islam-sangat-jelas.htm

Cara Menyembelih Hewan Qurban

Pengertian Kurban
Kurban berarti segala sesuatu yang mendekatkan seorang hamba dengan Tuhannya baik berupa sembelihan atau yang lainnya.
Namun demikian kata kurban ini menjadi identik dengan sembelihan hewan udhiyah, seperti : onta, sapi dan kambing yang dilakukan pada hari raya kurban dan tasyrik sebagai bentuk taqorrub (pendekatan diri) kepada Allah swt. Meskipun kata kurban sendiri lebih umum daripada udhiyah.
Dasar Hukum Kurban
Firman Allah swt :
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ ﴿١﴾
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ ﴿٢﴾
إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ ﴿٣﴾

Artinya : “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu Dialah yang terputus.” (QS. Al Kautsar : 1- 3)
وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُم مِّن شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ

Artinya : “Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi'ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, Maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). “ (QS. Al Hajj : 36)
Hukum Berkurban
Hukum ibadah penyembelihan hewan kurban adalah sunnah muakkadah bagi yang mampu melakukannya. Meninggalkan ibadah ini menjadi makruh, berdasarkan riwayat Bukhori dan Muslim bahwa Nabi saw pernah berkurban dengan dua kambing gibasy yang berwarna putih kehitam-hitaman dan bertanduk. Beliau sendiri yang menyembelih kurban tersebut dan membacakan nama Allah serta bertakbir pada saat memotongnya.
Waktu Penyembelihan Kurban
Disyaratkan bahwa hewan kurban tidaklah disembelih kecuali setelah terbit matahari pada hari raya idul adha hingga saat-saat pelaksanaan shalat id. Setelah itu dibolehkan menyembelihnya kapan pun di hari yang tiga (tasyrik) baik malam maupun siang.
Setelah tiga hari itu, maka tidak dibenarkan penyembelihan hewan kurban, sebagaimana riwayat al Barro’ dari Nabi saw bahwa beliau saw bersabda,”Sesungguhnya hal pertama yang kita lakukan pada hari ini dalah shalat, kemudian kembali dan menyembelih kurban. Barangsiapa yang melakukan itu berarti ia mendapatkan sunnah kami. Dan barangsiapa yang menyembelih sebelum itu maka daging sembelihannya untuk keluarganya dan tidak dinilai sebagai ibadah kurban sama sekali.”
Imam Bukhori dan Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda,”Barangsiapa menyembelih kurban sebelum shalat sesungguhnya ia menyembelih untuk dirinya sendiri. Dan barangsiapa yang menyembelih setelah shalat dan dua khutbah sungguh ibadah idul adhanya sempurna dan melaksanakan sunnah kaum muslimin.”
Orang Yang Menyembelih Kurban
Jika seorang yang berkurban memiliki kepandaian dalam menyembelih hewan maka disunnahkan melakukannya sendiri untuknya. Ia disunnahkan membaca : bismillah wallahu akbar. Allahumma hadza an fulan… (Dengan nama Allah. Allah Maha Besar. Wahai Allah hewan kurban ini dari si fulan (sebutkan nama orang yang berkurban)
Adapun cara menyembelih hewan tersebut adalah dengan memutuskan tenggorokan dan saluran (nadi) makanan.
Pembagian Daging Kurban
Orang yang berkurban disunnahkan untuk memakan dagingnya, membagikannya kepada karib kerabat, serta menyedekahkannya kepada orang-orang fakir, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Makanlah oleh kalian, bagikanlah dan simpanlah..” (HR. Bukhori)
Para ulama mengatakan bahwa yang paling afdhal adalah memakan sepertiga, bersedekah sepertiga dan menyimpan sepertiga. Daging kurban ini boleh dibawa ke negara lain akan tetapi tidak boleh dijual walaupun kulitnya.
Tidak dibolehkan memberikan dagingnya kepada tukang potong sebagai upah karena ia berhak menerima upah lain sebagai imbalan kerja. Orang yang berkurban boleh bersedekah dengan daging tersebut dan juga boleh mengambil dagingnya untuk dimanfaatkannya.
Sementara itu Abu Hanifah berpendapat bahwa mereka boleh menjual kulitnya dan menyedekahkan hasilnya atau membelikan barang yang bermanfaat untuk keluarga di rumahnya.
Disarikan dari kitab “Fiqhus Sunnah”
Baca juga : “Hukum Daging Kurban”
Wallahu A’lam

sumber : http://www.eramuslim.com/ustadz-menjawab/ta-rif-kurban.htm

Selasa, 10 November 2009

Di Puncak Gn. Sumbing


Photo ini diambil ketika sedang berada di puncak Gunung Sumbing bersama teman-teman Mahasiswa Pencinta Kelestarian Alam ( MAHAPEKA ) IAIN / UIN SGD Bandung.

8 Hal Yang Harus di Hindari Setelah Makan

Delapan hal berikut ini, sebaiknya tidak Anda lakukan setelah makan.

1. MEROKOK

Merokok saja sudah merusak tubuh, apalagi jika dilakukan setelah makan. Berdasarkan penelitian, mengisap satu batang rokok setelah makan, sama saja dengan merokok sepuluh batang, sehingga kemungkinan terserang kanker jauh lebih besar.

2. MAKAN BUAH

Makan buah segera setelah makan sebaiknya dihindari, karena membuat perut dipenuhi udara alias kembung. Sebaiknya, konsumsilah buah 1-2 jam setelah makan atau satu jam sebelum makan. Ini akan membuat perut Anda kenyang dan makan tidak terlalu banyak.

3. MINUM TEH

Daun teh memiliki kandungan asam yang tinggi. Hal ini menyebabkan kandungan protein dalam makanan sulit dicerna. Selain itu, minum teh setelah makan dapat menyebabkan hambatan penyerapan zat dalam tubuh hingga 80 persen. Padahal, zat besi sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan kualitas tubuh manusia.

4. MENGENDURKAN IKAT PINGGANG

Mengendurkan ikat pinggang dapat menyebabkan usus terbelit dan terblokir.

5. MANDI

Mandi yang dilakukan setelah makan akan menaikkan aliran darah ke tangan, kaki dan badan yang menyebabkan jumlah darah sekitar perut akan terus berkurang. Hal ini akan melemahkan sistem pencernaan di dalam perut.

6. BERJALAN-JALAN

Berjalan akan menyebabkan sistem pencernaan tidak mampu menyerap nutrisi dari makanan yang telah Anda makan.

7. LANGSUNG TIDUR

Jangan ikuti kantuk Anda. Tidur setelah makan membuat makanan tidak dapat dicerna secara baik. Akibatnya, usus mengalami kembung dan terjadi peradangan.

8. MINUM AIR ES

Air dingin akan membekukan makanan berminyak, terutama berlemak, yang Anda santap. Lemak itu akan terbentuk dalam usus dan akan mengakibatkan menyempitnya saluran-saluran pencernaan sehingga menimbulkan kegemukan. Gantilah dengan minum air hangat.

About si Kasep


axa si kasep mulai diambil oleh yg mpunya sbg identitas diri untuk beberapa akun di inet...dia mulai di pakai pertama kali sejak bulan februari 2009...(to be continued)