Kamis, 26 November 2009

Khutbah Wukuf Arafah : Semoga menjadi Haji Mabrur





Jakarta - "Labbaik Allahumma Labbaik...Labbaika La Syarika Laka Labbaik," itulah kalimat talbiyah yang selalu dikumandangkan para jamaah haji seantero dunia yang sedang mengelar wukuf di Padang Arafah. Bacaan itu juga yang dikumandangkan hampir 3 juta umat Muslim yang melakukan ibadah haji pada tahun 2009 ini.

Bila kita mendengarkan bacaan itu, khususnya yang sekarang berada di tanah suci untuk memenuhi panggilan Allah menunaikan ibadah haji ke Baitullah (Rumah Allah), maka hati akan bergetar sembari meneteskan air mata. Sebab, ibadah haji adalah takdir dan ketetapan Tuhan yang tidak bisa dielakkan. Pertanyaannya? Mabrurkah ibadah haji kita? Ini yang selalu menggelayuti semua jamaah haji yang sedang wukuf dan menunaikan ibadah wajib haji selama seminggu ini.

Inilah pesan yang disampaikan Naib Amirul Hajj 1430 Hijriah, Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, KH Ali Mustafa Yaqub dalam khutbah wukufnya di Padang Arafah, tepatnya di tenda perkemahan jamaah haji Indonesia dalam pelaksanaan Wukuf di Padang Arafah, Arab Saudi, Kamis (26/11/2009).

"Hari ini kita ditakdirkan oleh Allah untuk melakukan wuquf di Arafah sebagai puncak rangkaian ibadah haji. Ibadah haji yang merupakan rukun Islam yang kelima adalah totalitas ibadah yang mengintegrasikan antara ibadah badaniah (fisik) dan ibadah maliyah (harta). Karenanya, harapan kita, ibadah haji kita semoga mabrur," kata Ali Mustafa mengawali khutbahnya.

Menurut Ali, ibadah haji yang mabrur adalah ibadah haji yang diterima oleh Allah SWT. Lebih konkrit Imam Al-Nawawi ( Wafat 676 H) mengatakan, ibadah haji yang mabrur adalah ibadah haji yang tidak tercampur sedikit pun oleh dosa. Karenanya, di samping amalan-amalan haji atau yang lazim disebut manasik itu harus dikerjakan dengan sempurna sesuai tuntunan Nabi Muhammad SAW, untuk mencapai haji mabrur harus dipenuhi syarat-syarat dan etika haji.

Pertama, lanjut Ali, uang yang dipakai untuk ongkos naik haji (ONH) harus benar-benar uang yang halal, bukan uang yang haram. Maksudnya uang yang diperoleh dengan usaha atau cara-cara yang halal, sedangkan uang yang haram adalah uang yang dihasilkan dengan usaha atau cara-cara yang haram.

"Hal itu karena sebenarnya, seperti disebutkan dalam disiplin Ilmu Ushul Fiqh, tidak terdapat istilah uang halal atau uang haram, sebab halal atau haram itu tidak berkaitan dengan materi, melainkan berkaitan dengan perbuatan," jelasnya.

Ali menjelaskan, memperoleh uang dengan usaha atau cara yang haram akan mendatangkan dosa, misalnya mencuri, merampok, menipu, korupsi, dan sebagainya. Maka orang yang pergi haji dengan ONH hasil mencuri atau korupsi sama halnya dengan orang bersembahyang dengan pakaian hasil mencuri. Ia berdosa. Orang yang mencuri, misalnya, ia tidak punya hak apa-apa atas harta hasil curiannya itu. Ia justru berkewajiban untuk bertaubat, antara lain dengan menerima hukuman Allah
atas pencurian, dan mengembalikan harta itu kepada pemiliknya. Ia sama sekali tidak berhak menggunakan harta itu untuk keperluan apapun, termasuk untuk pergi haji.

Sementara, apabila seseorang yang pergi haji itu mendapat biaya dari orang lain, misalnya berupa hadiah atau fasilitas, maka disyaratkan, pihak lain yang memberikan biaya itu benar-benar ikhlas dan rela, bukan karena paksaan, tekanan, manipulasi, dan sebagainya, sehingga kemampuan (istito'ah) yang berasal dari orang lain itu juga benar-benar halal, tidak tercampur unsur dosa dan sebagainya. Seperti dikatakan Nabi Muhammad SAW, "Sesungguhnya Allah tidak menerima sedekah dari (hasil) ketidakjujuran dan sholat tanpa bersuci," seperti diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud.

Kedua, motivasi dalam menjalankan ibadah haji itu hanyalah semata-mata karena memenuhi perintah Allah, tidak untuk hal-hal yang lain, misalnya ingin disebut Pak Haji atau Bu Haji dan sebagainya. Untuk menunjang terwujudnya keikhlasan dalam beribadah haji, ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, seseorang yang beribadah haji harus sudah merasa berkewajiban untuk menjalankan ibadah haji. Orang yang belum terkena kewajiban ibadah haji, kemudian ia memaksa-maksa untuk pergi haji, sulit rasanya ia akan mendapatkan haji yang mabrur.

"Orang haji yang seperti ini biasanya ada faktor lain yang mendorongnya pergi haji, ada faktor lain itu bukan faktor Lillah tadi," ujarnya.

Kedua, ia perlu menghayati makna-makna filosofis dan pesan-pesan moral yang terkandung dalam semua amalan atau manasik haji. Ia perlu mempelajari sejarah dan hikmah-hikmah yang terkandung dalam ibadah ihram, tawaf, sa'i, wuquf di Arafah, melontar jumrah di Mina.

Tanpa menghayati amalan-amalan itu, bisa jadi seorang haji akan mendapatkan kehampaan dalam menjalankan ibadah haji, bahkan boleh jadi ia mempertanyakan hal itu semua, sebab sebagai suatu ibadah semua amalan itu tidak dapat dipahami maksudnya oleh akan manusia. Ia hanya dapat dihayati oleh perasaan manusia. Dan apabila seseorang yang sedang berhaji tidak mendapatkan kesempatan untuk mempelajari sejarah dan hikmah-hikmah amalan tersebut sehingga ia dapat
menghayatinya, maka cukuplah baginya melakukan penyerahan total dan loyalitas mutlak bahwa amalan-amalan manasik yang ia lakukan itu hanyalah semata-mata dalam rangka memenuhi perintah Allah, kendati ia tidak memahami maksud amalan-amalan itu.

Ketiga, memelihara etika haji. Pada waktu mengerjakan manasik haji, seorang haji diharuskan untuk beretika haji, antara lain, tidak boleh melakukan rafats (berhubungan seksual, berkata yang jorok, dan sebagainya), fusuq (bermaksiat), jidal (bertengkar), menodai kesucian Tanah Suci Makkah, dan sebagainya. Dalam menjalankan ibadah haji banyak sekali hal-hal yang haram dilakukan, bahkan sebagian larangan itu apabila dilanggar dapat menyebabkan ibadah haji menjadi
batal sama sekali.

"Padahal di luar haji, larangan seperti itu tidak pernah ada. Hal ini tentulah mengandung pesan-pesan tertentu yang tidak selamanya dapat dipahami oleh akal manusia, tetapi dapat dihayati oleh perasaan manusia," tandasnya.

Labbaik Allahumma Labbaik ... Labbaika La Syarika Laka Labbaik ... Innal Hamda, Wannikmata Laka Wal Mulk Laa Syarika Lak ...


sumber : http://www.detiknews.com/read/2009/11/26/174715/1249614/10/labbaik-allahumma-labbaik-semoga-menjadi-haji-mabrur?991102605

Tidak ada komentar:

Posting Komentar