Jumat, 01 Januari 2010

Kenapa Memilih Bank Syariah?

oleh:  Kaukabus Syarqiyah, S.E. (mahasiswi pascasarjana Fakultas Ekonomi Univ. Indonesia)
Yup. Semua urusan pembayaran sudah selesai. Soal transfer-mentransfer juga sudah tidak jadi masalah. Tidak percuma menabung di bank syariah, luas jaringannya, maju teknologinya, dan mudah-mudahan berkah.

Itu satu fragmen dalam hidup saya. Dalam waktu-waktu tertentu, semua urusan bayar-membayar yang berkaitan dengan perbankan menjadi suatu hal yang rumit. Maklum, merasa sibuk. Namun, semua selesai di ATM atau lewat telepon. Saya adalah nasabah dari sebuah bank syariah kurang lebih 10 tahun. Dulu, walah..ribet sekali jika punya rekening di bank syariah. Sulit untuk bisa lincah transfer sana-sini. Seolah bank syariah menjadi bank yang termarginalkan. Belum lagi bagi hasil yang habis untuk biaya administrasi.
Alhamdulillah, kini bank syariah sudah merebak bak jamur di musim hujan. Dari data Bank Indonesia yang saya baca, pertumbuhan rata-rata bank syariah sekitar 32% pertahun dan dengan pertumbuhan aset 65% pertahun. Angka yang cukup fantastis bukan?! Hingga akhir Oktober kemarin, industri perbankan syariah terdiri dari 6 Bank Umum Syariah (BUS), 25 Unit Usaha Syariah (UUS) dan 138 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) dengan total aset Rp61,7 triliun. Untuk tahun 2010 direncanakan akan ada 4 BUS baru yang meramaikan industri dengan total aset Rp7 Triliun. Dalam level internasional, saat ini bank syariah juga sudah berkembang di lebih dari 60 negara dengan pangsa pasar 2% pada tahun 1970 -an dan 15% pada 1995.
Dalam buku Bank Syariah dari Teori ke Praktik karya M. Syafi’i Antonio diceritakan bahwa bank syariah semakin berkembang di Indonesia karena perkembangan bank-bank Islam di negara-negara Islam. Pada tanggal 18-20 Agustus 1990, MUI menyelenggarakan Lokakarya ‘Bunga Bank dan Perbankan’ di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut kemudian dibahas pada Musyawarah Nasional IV MUI yang berlangsung di hotel Sahid pada 22-25 Agustus 1990. Dari situlah dibentuk Tim Perbankan MUI. Bank Muamalat Indonesia lahir dari hasil kerja tim ini.
Dalam buku yang sama, ada perbedaan mendasar atas bank konvensional dan bank syariah. Perbedaan itu menyangkut aspek legal, struktur organisasi, usaha yang dibiayai dan lingkungan kerja. Dalam bank syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena menggunakan hukum Islam. Ada rukun dan syarat yang harus dipenuhi. Struktur organisasi secara umum sama dengan bank konvensional, namun bank syariah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan Dewan Syariah Nasional (DSN). DPS dan DSN memiliki tugas yang hampir sama, yaitu mengawasi bank agar tidak keluar dari aturan syariah yang ada dalam produk/jasa yang dikeluarkan atau nilai-nilai yang diambil. Setiap bank syariah memiliki DPS, sementara DSN berfungsi di tingkat nasional yang mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan prinsip syariah. DSN ini tidak hanya mengatur perbankan syariah saja namun juga lembaga-lembaga keuangan lain seperti asuransi, reksadana dll.
Bisnis usaha yang dibiayai tidak terlepas dari aturan syariah. Banyak hal yang harus dipastikan sebelum bisnis dijalankan. Sementara, sesuai dengan namanya, lingkungan kerja haruslah shiddiq, amanah, fathonah, tabligh (wow…. berat sekali bukan?!)
Toh dengan beratnya karakter yang harus dimiliki bank syariah tidak menyurutkan perjuangan para bankir syariah. Justru bank-bank syariah yang muncul mampu membuktikan dirinya ke masyarakat dan berperan aktif dalam pembangunan. Krisis 1998 membuktikan bahwa di tengah kolapsnya lembaga–lembaga konvensional, lembaga keuangan syariah justru tak gentar untuk maju terus. Hal ini disebabkan aliran dana perbankan syariah banyak yang masuk ke sektor riil dan akhirnya mampu menggerakkan sektor ini. Sektor riil yang terbukti tak luluh dengan krisis keuangan global yang sudah ketiga kalinya ini. Kredit yang diberikan perbankan syariah ke jenis usaha kecil menengah juga jauh lebih besar dari jenis usaha besar sehingga lebih jauh menyentuh rakyat banyak mengingat sektor UKM memiliki porsi 99% dari total jumlah usaha dan 90% dari total pekerja di Indonesia.
Menjadi pekerjaan rumah kita bersama untuk membangun negeri ini dalam hal ekonomi. Menjadikan perbankan syariah sebagai solusi bisa menjadi jawaban atas PR kita. Teknologi yang terus dikembangkan bank syariah, kemudahan-kemudahan bertransaksi, bagi hasil yang kompetitif, pelayanan yang kian prima menjadi alasan-alasan yang mendorong kita untuk terus menabung di perbankan syariah dan mengajak yang lain untuk bergabung menjadi nasabah perbankan syariah. Tidak ada alasan lagi untuk tetap di konvensional kan?!
 
sumber : http://ib.eramuslim.com/?p=61

Tidak ada komentar:

Posting Komentar