Kamis, 04 Maret 2010

Memperbaiki Sistem Pendidikan di Indonesia (Catatan Seorang Siswa)


Jakarta - Sejak kelas 1 Sekolah Dasar saya sudah "dinobatkan" oleh guru kelas saya sebagai murid teladan, siswa terpintar, dan titel-titel membanggakan lain. Teman-teman saya pun semua mengiyakan gelar-gelar tersebut karena pada dasarnya saya anak pendiam yang tidak pernah menjahili dan mengganggu anak lain. Mereka dengan senang hati mengamini gelar-gelar itu.

Hal ini terus berlanjut hingga saya di sekolah menengah pertama. Semua siswa baik secara langsung maupun tidak langsung mengenali saya sebagai "si pintar". Bahkan, anggapan itu pula yang membawa saya menjabat sebagai ketua kelas selama SMP dan Ketua Osis SMP Negeri 1 Gorontalo selama lebih dari satu tahun. Padahal jika diingat-ingat lagi saya sama sekali tidak punya jiwa kepemimpinan pada waktu itu.

Malahan saya adalah anak yang sangat mudah gugup ketika tampil di depan kelas. Terlebih lagi di depan seluruh sekolah.

Saya tidak pernah menyesal dengan semua yang telah saya alami. Bahkan, sangat berterima kasih dengan semua itu. Secara langsung predikat-predikat dan jabatan-jabatan itu yang membentuk kemampuan dan kepribadian saya.

Dari anak yang mudah gugup, pasif, pemalu, saya menjadi relatif lebih berani, percaya diri, dan lebih aktif. Saya menyadari bukan pribadi saya yang pantas dengan predikat-predikat dan jabatan-jabatan itu. Tapi, semua itulah yang membantu saya membentuk pribadi saya.

Apa yang ingin saya tekankan adalah ini: saya digelari "si pintar" sejak awal sekolah. Saya selalu menjadi peringkat 1 umum di SD dan SMP, dan 3 besar di SMU. Saya dipercaya mampu sebagai pemimpin. Saya memenangkan kampanye pemilihan Ketua Osis SMP.

Dalam tulisan ini saya bukannya ingin membangga-banggakan apa yang telah saya alami. Tapi, saya ingin menyampaikan apa yang sebenarnya terjadi dan mengaitkan dengan sistem pendidikan di Indonesia yang memungkinkan hal-hal seperti ini sering sekali terjadi.

Dari buku-buku yang saya baca (saya tidak menyebutkan sumber bukan karena tidak menghormati tapi ingin ini berasal dari pemahaman bukan hapalan), kesalahan adalah bagian dari pembelajaran. Bukan sesuatu yang harus dihukum. Ketika seorang anak melakukan kesalahan, entah itu akademik atau pun perilaku, umumnya pendidik, dalam hal ini gurunya, akan memberikan hukuman.

Hukuman yang saya maksud bukan hukuman secara fisik atau hardikan (meskipun yang saya alami ketika SD adalah hukuman-hukuman ini), tapi lebih pada hukuman yang secara disadari atau tidak menurunkan kepercayaan diri dan ekspektasi anak pada dirinya sendiri.

Contoh pertama: ketika anak melakukan kesalahan perilaku dia akan dikategorikan "anak nakal". Pendidik tidak membantu anak ini menemukan kebaikan yang pastinya ada pada setiap anak. Tapi, entah secara langsung atau tidak langsung membuat si anak percaya bahwa dia anak nakal, bahwa dia bermasalah, bahwa itu memang sudah sifatnya.

Dan, percaya atau tidak, penilaian-penilaian ini akan tertanam erat di benak si anak dan akan terus dibawa hingga Ia dewasa. Nilai-nilai ini yang dia pratekkan. "Saya anak nakal. Wajar kalau saya melakukan buruk".

Berbeda dengan anak yang dikategorikan pintar dan baik. Dia akan terus menjaga sikapnya karena tertanam padanya "saya anak baik dan pintar, jadi saya tidak boleh melakukan buruk dan harus terus mengoptimalkan kemampuan saya".

Contoh kedua: dalam proses belajar ketika anak tidak bisa menjawab soal dengan benar dia akan diberikan nilai rendah yang akan mempengaruhi nilai akhir semesternya. Meskipun di akhir semester anak ini telah memiliki kemampuan yang cukup untuk dinilai baik.

Namun, karena "sejarah" dia pernah mendapat nilai rendah (karena melakukan kesalahan), nilai akhirnya akan mencerminkan kemampuan yang lebih rendah dari yang sebenarnya telah dia miliki (karena proses pemberian nilai akhir memperhitungkan nilai tugas-tugas, UTS, dan penilaian lain selama proses belajar).

Nilai akhir inilah yang akan menjadi patokan bagi lingkungan dan dirinya sendiri. Sehingga, anak akan menurunkan kepercayaan diri dan ekspektasi akan kemampuannya.

Poin yang ingin saya utarakan sebagai kelemahan sistem pendidikan di Indonesia: setiap anak memiliki tahap perkembangan yang berbeda-beda. Jadi, sebaiknya janganlah mengkategorikan mereka dalam kelompok-kelompok dengan gelar "si pintar", "si nakal", "si bodoh", "si rajin", "si kreatif", dan lain-lain. Ada anak-anak yang cepat memahami pelajaran atau apa yang diajarkan bukan berarti merekalah golongan anak-anak pintar dan yang lainnya bodoh.

Hal ini mungkin terjadi karena secara biologis di awal-awal umur manusia adalah masa-masa di mana kecepatan pertumbuhan dan perkembangan begitu tinggi. Berbeda umur beberapa bulan saja ukuran dan kemampuan otak anak-anak akan berbeda (hal ini telah dibuktikan oleh penelitian para ahli psikologi).

Ini berarti anak-anak yang lebih muda, meski pada awalnya mungkin terlihat "bodoh", bukan berarti tidak dapat mencapai pemahaman yang telah diperoleh oleh anak-anak yang lebih tua. Mereka hanya "belum menunjukkan taringnya".

Ketika mereka melakukan kesalahan jangan dihukum. Itu adalah proses pembelajaran alami manusia. Belajar dari kesalahan. Seperti kita belajar mengendarai sepeda. Pada awalnya kita akan kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Tapi, dari terjatuh itulah kita belajar bagaimana supaya tidak jatuh lagi. Sama dengan proses belajar anak.

Yang aneh justru jika kita menghukum mereka karena melakukan kesalahan. Karena itu seharusnya setiap anak diberikan kesempatan berkembang sesuai usia dan proses individunya tanpa mengalami pengelompokkan dengan penilaian-penilaian dari gurunya. Biarkan mereka berkembang. Biarkan mereka melakukan kesalahan. Bantu mereka mencapai kemampuan optimal baik secara akademik, psikis, dan kreatifitas.

Tumbuhkan rasa kepercayaan diri mereka. Karena, dengan mematikan kepercayaan diri itu sama saja dengan membunuh kemampuan yang mungkin akan dimilikinya. Dengan membunuh kemampuan anak berarti menurunkan sumber daya manusia Indonesia baik secara kualitas maupun kuantitas.

Siti Farah Rahmawati
Jl Cisitu Lama Gang 1 No 7 Bandung
ayha_zwit@yahoo.com
085222528868





Sumber : http://suarapembaca.detik.com/read/2010/03/04/082753/1310807/471/memperbaiki-sistem-pendidikan-di-indonesia--catatan-seorang-siswa-#882205470

Tidak ada komentar:

Posting Komentar